Nama : Ery Rivaldi
Kelas : 3IA22
Mata Kuliah : Desain Pemodelan
Grafik(Softskill)
Dosen : Syefani Rahma Deski
1. Sejarah Desain Komunikasi Visual
Sejak jaman pra-sejarah manusia telah mengenal
dan mempraktekkan komunikasi visual. Bentuk komunikasi visual pada jaman ini antara
lain adalah piktogram yang digunakan untuk menceritakan kejadian sehari-hari
pada Jaman Gua (Cave Age), bentuk lain adalah hieroglyphics yang digunakan oleh
bangsa Mesir. Kemudian seiring dengan kemajuan jaman dan keahlian manusia,
bentuk-bentuk ini beralih ke tulisan, contohnya prasasti, buku, dan lain-lain.
Dengan perkembangan kreatifitas manusia, bentuk tulisan ini berkembang lagi
menjadi bentuk-bentuk yang lebih menarik dan komunikatif, contohnya seni
panggung dan drama; seperti sendratari Ramayana, seni pewayangan yang masih
menjadi alat komunikasi yang sangat efektif hingga sekarang.
Sebagai suatu profesi, desain komunikasi visual
baru berkembang sekitar tahun 1950-an. Sebelum itu, jika seseorang hendak
menyampaikan atau mempromosikan sesuatu secara visual, maka ia harus
menggunakan jasa dari bermacam-macam “seniman
spesialis”. Spesialis-spesialis ini antara lain adalah visualizers (seniman
visualisasi); typographers (penata huruf), yang merencanakan dan mengerjakan
teks secara detil dan memberi instruksi kepada percetakan; illustrators, yang
memproduksi diagram dansketsa dan lain-lain.
Dalam perkembangannya, desain komunikasi visual
telah melengkapi pekerjaan dari agen periklanan
dan tidak hanya mencakup periklanan, tetapi juga desain majalah dan surat kabar
yang menampilkan iklan tersebut.Desainer komunikasi visual telah menjadi bagian
dari kelompok dalam industri komunikasi – dunia periklanan, penerbitan majalah
dan surat kabar, pemasaran dan hubungan masyarakat (public relations).
2. Perbedaan Desain Komunikasi Visual dengan Seni Murni
Desain Komunikasi Visual (DKV) adalah cabang ilmu desain yang mempelajari konsep komunikasi dan ungkapan kreatif, teknik dan media dengan memanfaatkan elemen-elemen visual ataupun rupa untuk menyampaikan pesan untuk tujuan tertentu (tujuan informasi ataupun tujuan persuasi yaitu mempengaruhi perilaku).
Berbeda dengan seni murni (dalam hal ini seni grafis) yang karya seninya dibuat sebagai ungkapan ekspresi sang seniman, maka karya seni yang dihasilkan oleh seorang desainer komunikasi visual lebih ditekankan dengan konsep yang bermaksud-tujuan dan ditujukan untuk khalayak yang disasar (target audience).
Desain Komunikasi Visual bukan seni murni.
Seorang seniman pada bidang seni murni terkadang mempunyai penonton atau
pengamat hanya satu (seniman itu sendiri), dimana karya seni tersebut merupakan
ekspresi emosi dan perasaan dari seniman itu sendiri yang pada akhirnya
bertujuan untuk memuaskan diri seniman tersebut. Sedangkan seorang desainer
komunikasi visual menghadapi lebih dari satu pengamat yang kadangkala bisa
mencapai jutaan orang, dimana desainer itu harus dapat memahami dan
menginterpretasikan permintaan seseorang atau sekelompok orang ke dalam suatu
karya desain yang pada akhirnya bertujuan untuk memuaskan orang atau sekelompok
orang itu.
Seringkali desain komunikasi visual tampak
seperti seni murni, dan sebaliknya seni murni dapat tampak seperti desain komunikasi
visual. Bahan dan teknik yang digunakan juga hampir
sama, tetapi maksud dan tujuan masing-masingnya berbeda. Seniman dan desainer,
keduanya berusaha memecahkan problem visual, tetapi seniman murni bertujuan
lebih untuk memuaskan diri; sedangkan desainer harus menggerakkan sekelompok
orang untuk menghadiri suatu acara, mengikuti petunjuk, memahami peta suatu
lokasi atau membeli suatu produk.
Desain komunikasi visual memegang peranan yang
sangat penting dalam kehidupan kita sehari-hari. Kemanapun kita pergi, kita
akan menjumpai informasi-informasi yang berkomunikasi secara visual.
Tanda-tanda dan rambu-rambu lalu lintas, poster-poster promosi tentang
restoran, hotel dan lain sebagainya, semua dapat memberikan informasi kepada
pengamatnya yang terdiri dari berbagai kelompok usia dan berasal dari berbagai
kalangan dan golongan. Hal ini juga yang membedakan desain komunikasi visual
dari seni murni, di mana desain komunikasi visual harus bersifat universal
(dapat dimengerti oleh semua orang), sedangkan dalam seni murni lebih bersifat
emosional, di mana maksud dari seniman itu tidak harus dapat diartikan dan
dibaca oleh orang lain.
3. Elemen-Elemen Dalam Desain Komunikasi Visual
Untuk dapat berkomunikasi secara visual, seorang
desainer menggunakan elemen-elemen untuk menunjang desain tersebut.
Elemen-elemen yang sering digunakan dalam desain komunikasi visual antara lain
adalah tipografi, simbolisme, ilustrasi dan fotografi.
Elemen-elemen ini bisa digunakan sendiri-sendiri, bisa juga digabungkan.
Tidak banyak desainer komunikasi visual yang
sangat “fasih” di setiap bidang ini, tetapi kebanyakan mempunyai kemampuan
untuk bervisualisasi. Seorang desainer komunikasi visual harus mengenal
elemen-elemen ini. Jika ia tidak dapat mengambil sebuah foto tentang kejadian
tertentu, maka ia harus tahu fotografer mana yang mampu, bagaimana mengemukakan
keinginannya dan bagaimana memilih hasil akhir yang baik untuk direproduksi. Ia
juga harus dapat membeli dan menggunakan ilustrasi secara efektif, dan
seterusnya.
- Desain danTipografi
Tipografi adalah
seni menyusun huruf-huruf sehingga dapat dibaca tetapi masih mempunyai nilai
desain. Tipografi digunakan sebagai metode
untuk menerjemahkan kata-kata (lisan) ke dalam bentuk tulisan (visual). Fungsi
bahasa visual ini adalah untuk mengkomunikasikan ide, cerita dan informasi
melalui segala bentuk media, mulai dari label pakaian, tanda-tanda lalu lintas,
poster, buku, surat kabar dan majalah. Karena itupekerjaan seorang tipografer (penata
huruf) tidak dapat lepas dari semua aspek kehidupan sehari-hari.
Menurut Nicholas Thirkell,
seorang tipographer terkenal, pekerjaan dalam tipografi dapat
dibagi dalam dua bidang, tipografer dan desainer huruf (type designer). Seorang
tipografer berusaha untuk mengkomunikasikan ide dan emosi dengan menggunakan
bentuk huruf yang telah ada, contohnya penggunaan bentuk Script untuk
mengesankan keanggunan, keluwesan, feminitas, dan lain-lain. Karena itu seorang
tipografer harus mengerti bagaimana orang berpikir dan bereaksi terhadap suatu
image yang diungkapkan oleh huruf-huruf. Pekerjaan seorang tipografer
memerlukan sensitivitas dan kemampuan untuk memperhatikan detil. Sedangkan
seorang desainer huruf lebih memfokuskan untuk mendesain bentuk huruf yang
baru.
Saat ini, banyak diantara kita
yang telah terbiasa untuk melakukan visualisasi serta membaca dan mengartikan
suatu gambar atau image. Disinilah salah satu tugas seorang tipografer untuk
mengetahui dan memahami jenis huruf tertentu yang dapat memperoleh reaksi dan
emosi yang diharapkan dari pengamat yang dituju.
Dewasa ini, selain banyaknya
digunakan ilustrasi dan fotografi, tipografi masih dianggap sebagai
elemen kunci dalam Desain Komunikasi Visual. Kurangnya perhatian pada pengaruh
dan pentingnya elemen tipografi dalam suatu desain akan mengacaukan desain dan
fungsi desain itu sendiri. Contohnya bila kita melihat brosur sebuah tempat
peristirahatan (resor), tentunya kita akan melihat banyak foto yang menarik
tentang tempat dan fasilitas dari tempat tersebut yang membuat kita tertarik
untuk mengunjungi tempat tersebut untuk bersantai. Tetapi bila dalam brosur
tersebut digunakan jenis huruf yang serius atau resmi (contohnya jenis huruf
Times), maka kesan santai, relax dan nyaman tidak akan ‘terbaca’ dalam brosur
tersebut.
2. Desain dan Simbolisme
2. Desain dan Simbolisme
Simbol telah ada sejak adanya
manusia, lebih dari 30.000 tahun yang lalu, saat manusia prasejarah membuat
tanda-tanda pada batu dan gambar-gambar pada dinding gua di Altamira, Spanyol.
Manusia pada jaman ini menggunakan simbol untuk mencatat apa yang mereka lihat
dan kejadian yang mereka alami sehari-hari.
Dewasa ini peranan simbol
sangatlah penting dan keberadaannya sangat tak terbatas dalam kehidupan kita
sehari-hari. Kemanapun kita pergi, kita akan menjumpai simbol-simbol yang
mengkomunikasikan pesan tanpa penggunaan kata-kata. Tempat-tempat umum seperti
pusat perbelanjaan, hotel, restoran, rumah sakit dan bandar udara; semuanya
menggunakan simbol yang komunikatif dengan orang banyak, walaupun mereka tidak
berbicara atau menggunakan bahasa yang sama.
Simbol sangat efektif
digunakan sebagai sarana informasi untuk menjembatani perbedaan bahasa yang
digunakan, contohnya sebagai komponen dari signing systems sebuah pusat
perbelanjaan. Untuk menginformasikan letak toilet, telepon umum, restoran,
pintu masuk dan keluar, dan lain-lain digunakan simbol.
Bentuk yang lebih kompleks
dari simbol adalah logo. Logo adalah
identifikasi dari sebuah perusahaan, karena itu suatu logo mempunyai
banyak persyaratan dan harus dapat mencerminkan perusahaan itu. Seorang
desainer harus mengerti tentang perusahaan itu, tujuan dan objektifnya, jenis
perusahaan dan image yang hendak ditampilkan dari perusahaan itu. Selain itu
logo harus bersifat unik, mudah diingat dan dimengerti oleh pengamat yang
dituju.
3. Desain dan Ilustrasi
3. Desain dan Ilustrasi
Ilustrasi adalah suatu bidang
dari seni yang berspesialisasi dalam penggunaan gambar yang tidak dihasilkan dari
kamera atau fotografi (nonphotographic image) untuk visualisasi. Dengan kata
lain, ilustrasi yang dimaksudkan di sini adalah gambar yang dihasilkan secara
manual.
Pada akhir tahun 1970-an, ilustrasi menjadi tren dalam Desain Komunikasi Visual. Banyak orang yang akhirnya menyadari bahwa ilustrasi dapat juga menjadi elemen yang sangat kreatif dan fleksibel, dalam arti ilustrasi dapat menjelaskan beberapa subjek yang tidak dapat dilakukan dengan fotografi, contohnya untuk untuk menjelaskan informasi detil seperti cara kerja fotosintesis.
Seorang ilustrator seringkali mengalami kesulitan dalam usahanya untuk mengkomunikasikan suatu pesan menggunakan ilustrasi, tetapi jika ia berhasil, maka dampak yang ditimbulkan umumnya sangat besar. Karena itu suatu ilustrasi harus dapat menimbulkan respon atau emosi yang diharapkan dari pengamat yang dituju. Ilustrasi umumnya lebih membawa emosi dan dapat bercerita banyak dibandingkan dengan fotografi, hal ini dikarenakan sifat ilustrasi yang lebih hidup, sedangkan sifat fotografi hanya berusaha untuk “merekam” momen sesaat.
Saat ini ilustrasi lebih banyak digunakan dalam cerita anak-anak, yang biasanya bersifat imajinatif. Contohnya ilustrasi yang harus menggambarkan seekor anjing yang sedang berbicara atau anak burung yang sedang menangis karena kehilangan induknya atau beberapa ekor kelinci yang sedang bermain-main. Ilustrasi-ilustrasi yang ditampilkan harus dapat merangsang imajinasi anak-anak yang melihat buku tersebut, karena umumnya mereka belum dapat membaca.
4. Desain dan Fotografi
Pada akhir tahun 1970-an, ilustrasi menjadi tren dalam Desain Komunikasi Visual. Banyak orang yang akhirnya menyadari bahwa ilustrasi dapat juga menjadi elemen yang sangat kreatif dan fleksibel, dalam arti ilustrasi dapat menjelaskan beberapa subjek yang tidak dapat dilakukan dengan fotografi, contohnya untuk untuk menjelaskan informasi detil seperti cara kerja fotosintesis.
Seorang ilustrator seringkali mengalami kesulitan dalam usahanya untuk mengkomunikasikan suatu pesan menggunakan ilustrasi, tetapi jika ia berhasil, maka dampak yang ditimbulkan umumnya sangat besar. Karena itu suatu ilustrasi harus dapat menimbulkan respon atau emosi yang diharapkan dari pengamat yang dituju. Ilustrasi umumnya lebih membawa emosi dan dapat bercerita banyak dibandingkan dengan fotografi, hal ini dikarenakan sifat ilustrasi yang lebih hidup, sedangkan sifat fotografi hanya berusaha untuk “merekam” momen sesaat.
Saat ini ilustrasi lebih banyak digunakan dalam cerita anak-anak, yang biasanya bersifat imajinatif. Contohnya ilustrasi yang harus menggambarkan seekor anjing yang sedang berbicara atau anak burung yang sedang menangis karena kehilangan induknya atau beberapa ekor kelinci yang sedang bermain-main. Ilustrasi-ilustrasi yang ditampilkan harus dapat merangsang imajinasi anak-anak yang melihat buku tersebut, karena umumnya mereka belum dapat membaca.
4. Desain dan Fotografi
Ada dua bidang utama di mana
seorang desainer banyak menggunakan elemen fotografi, yaitu penerbitan
(publishing) dan periklanan (advertising). Beberapa tugas dan kemampuan yang
diperlukan dalam kedua bidang ini hampir sama. Menurut Margaret Donegan dari
majalah GQ, dalam penerbitan (dalam hal ini majalah) lebih diutamakan kemampuan
untuk bercerita dengan baik dan kontak dengan pembaca; sedangkan
dalam periklanan (juga dalam majalah) lebih diutamakan kemampuan untuk menjual
produk yang diiklankan tersebut.
Sumber :
0 komentar